Rikki Al Anam, seorang pemuda asal Probolinggo yang kini mengemban tugas di Gresik, adalah bukti nyata bahwa keteguhan hati dan semangat dapat menaklukkan segala rintangan hidup. Sebagai alumni program Kader Dai Pelosok Negeri yang di wisuda ke XXIII pada September 2024 lalu, Rikki telah menjelma menjadi seorang hafidz 30 juz sekaligus dai muda yang berkomitmen untuk membawa manfaat bagi masyarakat, khususnya di daerah-daerah terpencil.
Kisah Rikki dimulai dari masa kecilnya yang penuh perjuangan. Lahir sebagai anak kedua dari dua bersaudara, ia menghadapi cobaan berat sejak dini. Ketika ia berusia 17 bulan, ayahnya meninggal dunia, meninggalkan luka mendalam di hatinya. Seolah ujian itu belum cukup, ia harus berpisah dengan ibunya selama 12 tahun, tumbuh besar tanpa pelukan seorang ibu. Namun, keterbatasan ini tidak membuatnya menyerah pada keadaan.
Selama masa remajanya, Rikki menemukan pelipur laranya di pondok pesantren. Di sana, ia tak hanya belajar ilmu agama, tetapi juga mulai menanamkan niat kuat untuk menghafal Al-Qur’an. Dengan ketekunan luar biasa, Rikki menjalani hari-harinya penuh disiplin, menghafal ayat demi ayat meskipun harus berhadapan dengan banyak keterbatasan.
Perkenalannya dengan program beasiswa Kader Dai Pelosok Negeri binaan Mitra Dai Nusantara (MDN) menjadi titik balik dalam hidupnya. Program ini memberikan bimbingan intensif kepada para kader, mempersiapkan mereka menjadi dai yang tangguh di lapangan. Selama empat tahun, Rikki mendapatkan bimbingan dari para ustadz yang kompeten dibidangnya. Selama berproses di program Kader Dai Pelosok Negeri, ia dibina dalam hal hafalan Al-Qur’annya dan juga ditanamkan nilai-nilai perjuangan dan dakwah yang mendalam.
“Program ini memberikan banyak kesempatan untuk belajar dan berkembang. Selama 4 tahun, saya merasa terinspirasi dan termotivasi oleh para ustadz yang menjadi pembimbing kami. Disini saya tidak hanya belajar Al-Qur’an, tetapi juga memahami bagaimana menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain,” ungkap Rikki.
Ia juga mengakui bahwa pengalaman tinggal di asrama bersama para pembimbing yang berpengalaman membentuk karakter dan visi hidupnya. Kini, Rikki tak hanya seorang hafidz, tetapi juga seorang dai yang berkomitmen untuk memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat pelosok negeri. Ia meyakini bahwa tanggung jawab seorang hafidz bukan hanya menjaga hafalannya, tetapi juga menjadi teladan dalam amal perbuatannya.
“Menjadi dai itu bukan tentang gelar atau posisi, tetapi tentang bagaimana kita bisa menjadi cahaya bagi mereka yang membutuhkan dan saya ingin kisah saya bisa menjadi inspirasi bagi anak-anak yang memiliki tantangan serupa. Dengan usaha, doa, dan keyakinan, apa pun bisa kita capai,” ujarnya dengan penuh keyakinan.
Kisah hidup Rikki adalah pengingat bahwa di balik ujian, selalu ada rahmat Allah yang menunggu untuk ditemukan. Dengan Al-Qur’an di dada dan semangat mengabdi yang tak pernah padam, Rikki melangkah mantap menjadi penerang bagi masyarakat, membawa pesan kebaikan dan harapan ke pelosok negeri.