Tidak sedikit dari santri yang diterima bergabung di program Kader Dai Pelosok Negeri awalnya merasakan keraguan. Berbagai pertanyaan senantiasa silih berganti membayang bayangi pikirannya. Apakah saya bisa mengikuti program ini sampai selesai? apakah dengan masuk program ini saya akan sukses? dan pertanyaan pertanyaan mendasar lainnya.
Hal tersebut sangat wajar karena tidak sedikit dari santri Kader Dai Pelosok Negeri adalah mereka yang berlatar belakang pendidikan umum. Mereka masih sangat terbatas ilmu keislamannya, berbeda dengan alumni pondok pesantren. Begitu juga dengan masih “mamangnya” menatap masa depan bersama program binaan Mitra Dai Nusantra (MDN) tersebut.
Perasaan dan kondisi tersebut juga dirasakan oleh Haezarwan Arfan, salah satu dari sekian santri Kader Dai Pelosok Negeri Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman Al-Hakim (STAIL) Surabaya. Awalnya ia merasa tidak yakin dengan program tersebut. Tetapi setelah diterima dan mengikuti proses perkaderannya, pemuda kelahiran tahun 2002 tersebut akhirnya yakin dan bangga dengan program Kader Dai Pelosok Negeri.
Bahkan sesaat setelah ia mengetahui bahwa tugas dakwahnya di Sangata Kalimantan Timur, anak kedua dari tiga bersaudara tersebut dengan penuh semangat keoptimisan meneriakkan pekikan takbir yang diikuti oleh teman dan tamu undangan yang hadir di acara penugasan.
Semangat dan keoptimisan menyambut amanah tugas dakwah tersebut diakui Haezarwan dikarenakan ia merasa proses yang telah dijalaninya di progam Kader Dai Pelosok Negeri benar benar maksimal. Maksudnya dalam proses perkaderannya para santri tidak hanya dibekali dengan ilmu ilmu teori semata. Akan tetapi lebih dari itu adalah bekal praktik secara langsung. Sehingga dengan demikian para santri nantinya tidak kaget dengan alam realita dunia dakwah di masyarakat.
Haezarwan membagikan pengalamannya bahwa salah satu yang senantiasa membuatnya kuat dalam mengahadapi segala kesulitan selama berproses di program Kader Dai Pelosok Negeri yaitu sebuah nasihat dari kedua orang tuanya. Di saat melepas kepergiannya mengikuti program tersebut orang tuanya berkata “InsyaAllah klo masuk di program ini, kamu tidak hanya akan dapat ilmu dunia saja. Akan tetapi pasti ilmu akhiratpun akan kamu dapatkan”. Benar saja, setelah perlahan menjalani prosesnya, Haezarwan mengaku bahwa semua kebaikan yang ada dalam dirinya lahir dari kampus ini melalui program Kader Dai Pelosok Negeri STAIL Surabaya.

Sebagai gambaran bahwa proses perkaderan di program Kader Dai Pelosok Negeri yaitu selama setahun para santri akan “diasingkan” di kampus perkaderan yang berada di lereng Gunung Penanggungan Mojokerto. Ditahun pertama ini para santri fokus menghafal, belajar Al Qur’an, bahasa Arab, bahasa Inggris serta life skill. Dengan lokasi kampus yang berada diatas bukit, menjadikan mereka bisa belajar dengan baik karena jauh dari hiruk pikuk masyarakat.
Setelah mereka lulus dari kampus perkaderan tersebut, mereka akan dipindahkan ke kampus Darul Arqam Surabaya. Di Kampus Darul Arqam para santri Kader Dai Pelosok Negeri akan di kuatkan lagi keilmuan diniyahnya dan ditambah dengan ilmu sosial kemasyarakatan. Kemudian ditahun berikutnya mereka akan ditugaskan latihan berdakwah ke masyarakat dengan program yang bernama “Dai Mengabdi”. Dan di tahun terakhir para santri akan kembali ke kampus perkaderan untuk mendapatkan penguatan dan karantina sebelum ditugaskan ke seluruh pelosok negeri.
Selama program Dai Mengabdi Haezarwan mendapatkan banyak pengamalan dan ilmu yang sangat bermanfaat. Pada program Dai Mengabdi, ia ditugaskan di Bondowoso. Awalnya ia diamanahi untuk mengajar di sebuah lembaga pendidikan tingkat dasar. Momen itu merupakan pengalaman pertamanya mengajar siswa. Tentu ini menjadi pengalaman tak terlupakan dalam catatan sejarah perjalanan hidupnya.
Selain mengajar, selama mengikuti program Dai Mengabdi Haezarwan juga pernah diamanahi menjadi team fundraising sebuah lembaga filantropi Nasional. Kemudian ia juga pernah diamanahi menjadi Takmir Masjid sebuah pondok pesantren. Pengalaman pengalaman mahal itu juga terut memberikan warna dalam lembaran perjalanan hidupnya.
Salah satu pengalaman yang berkesan saat ia mengikuti program Dai Mengabdi yaitu ketika ia diminta untuk menjadi imam salat Tarawih di sebuah wilayah yang mayoritas penduduknya beragama Hindu. Haezarwan benar benar merasakan tersentuh hatinya. Ia benar benar merasa bersyukur bisa menikmati indahnya berislam lebih dulu dari mereka yang mualaf.
Haezarwan mengungkapkan bahwa selama 4 tahun berproses di program Kader Dai Pelosok Negeri, ia benar benar mendapatkan apa yang ia cari selama ini. Karena di progam tersebut para santri benar benar bisa dibekali dengan ilmu teori dan praktik sekaligus. Disini juga tidak hanya belajar tentang Islam akan tetapi para santri dibiasakan dengan bagaimana berislam dengan baik. (S P)