Beasiswa Kader Dai Pelosok Negeri / Educate / Featured

Syamsudin: Sang Perintis Dakwah & Pendidikan Lintas Provinsi

Syamsudin, seorang dai pedalaman yang merupakan alumni program Beasiswa Kader Dai Pelosok Negeri binaan MDN dikenal sebagai sosok yang tangguh dan teguh dalam jalan dakwah. Perjalanan dakwahnya penuh tantangan, namun semangatnya untuk terus berjuang dan dedikasinya yang tinggi terhadap dakwah dan pendidikan tidak pernah pudar. Pria asal Jeneponto, Sulawesi Selatan tersebut sudah melalang buana melintasi batas wilayah dalam menyebarkan pesan pesan dakwah Islam.

Sejak kecil ia akrab dengan dunia dakwah dan pondok pesantren.  Terhitung mulai kelas 1 SD Syamsudin sudah nyantri di pondok pesantren yang berada di Gunung Tembak Kalimantan Timur. Hal itu juga menunjukan bahwa sejak usia dini ia sudah “merantau” meninggalkan kota kelahirannya di Jeneponto. Bisa dibayangkan begitu kuatnya mental dan kemuannya dalam menuntut ilmu. Sampai sampai diusia sekecil itu ia rela meninggalkan keluargannya dan meninggalkan masa masa indah bermain bersama teman teman di kampungnya.

Di pondok pesantren tersebutlah Syamsudin kecil mulai belajar mengaji dan memperdalam ilmu agama. Karena kecintaanya dengan dunia pondok pesantren dan ilmu agama, selepas lulus SD ia tidak mau ketika disuruh balik ke rumahnya di Jenoponto. Syamsudin kecil memilih melanjutan pendidikan SMP dan SMA nya ke pulau Jawa, tepatnya di kota Bojonegoro, Jawa Timur. Selama tinggal di Bojonegoro. Selain semangat untuk belajar, penghobi olah raga sepak bola tersebut juga sudah mulai aktif di kegiatan sosial dan dakwah.

Setelah lulus SMA tahun 2006, Syamsudin melanjutkan pendidikan tingginya melalui program Beasiswa Kader Dai Pelosok Negeri binaan Mitra Dai Nusantara (MDN) di Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman Al-Hakim (STAIL) Surabaya. Setelah lulus dari STAIL pada tahun 2010, Syamsudin mulai meniti jalan dakwah dengan menjalani tugas dakwah pertamanya di Maluku Utara tepatnya di kota Ternate. Selama satu tahun disana, ia dipercaya untuk mengembangkan dakwah sekaligus diamanahi sebagai Kepala Diniyah dan Wakil Kepala Sekolah MI.

Di tahun 2011 Syamsudin menikah dan bersamaan itu juga ia mendapat tugas dakwah baru yaitu merintis dakwah dan pendidikan di Bintan, Kepulauan Riau. Walaupun berat karena harus merintis lagi dan jaraknhya yang jauh namun pasangan suami istri tersebut tetap berangkat dengan penuh semangat. Sebagaimana di tempat tugas sebelumnya, disana ia juga merintis dakwah dan berupaya mendirikan sebuah lembaga pendidikan berupa sekolah SMP.  Meskipun perizinannya belum rampung, namun bangunannya sudah mulai berdiri.

Setiap perjuangan pasti akan ada hambatan yang menghadang, begitu juga yang dialami Syamsudin. Kehidupan pribadinya menghadapi ujian berupa dua kali keguguran yang dialami oleh istrinya. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya Syamsudin dan istirnya memutuskan untuk berdakwah di daerah yang lebih dekat dengan orang tuanya. Hal itu dimaksudkan untuk pengobatan dan mendukung proses pemulihan istrinya. Ternyata tak berselang lama, panggilan tugas dakwah sudah menghampirinya. Syamsudin kembali mendapatkan amanah untuk berdakwah di daerah Batu Kajang, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur.

Selama lima tahun di Batu Kajang, Syamsudin hanyut dalam  kesibukan dakwah membina umat. Di tengah kesibukannya berdakwah, bapak dari 6 anak tersebut juga merintis sebuah lembaga pendidikan SD. Alhamdulillah berkat kegigihannya, sekolah tersebut berkembang pesat hingga memiliki 400 murid. Ditengah keasyikannya dalam berdakwah dan membersamai umat, panggilan tugas dakwah akhirnya kembali menyapanya.

Tentu terasa berat bagi dirinya dan keluarga, mengingat lima tahun tinggal disitu, bukan waktu yang sebentar. Banyak mayarakat yang sudah jadi saudara, menyimpan cerita indah yang tidak akan terlupa. Dengan semangat penuh keoptimisan, Syamsudin dan keluarganya kembali melangkah menuju medan dakwah baru yang sudah menantinya yaitu di Samarinda. Selama berdakwah di kota “Tepian”, ia masih di circle yang sama yaitu bergelut dengan dunia perintisan dakwah dan pendidikan.

Terhitung mulai akhir tahun 2018 dai berambut ikat tersebut  bergabung dengan Hidayatullah Mamuju, Sulawesi Barat. Di tempat baru itu ia diamanahi untuk mengelola lembaga pendidikan SD dan SMP.  Karena sebelumnya sudah pengalaman mengelola lembaga pendidikan, tentu itu tidak terlalu merepotkannya.

Di sela sela kesibukannya dalam berdakwah membina umat, Syamsudin juga rajin berkebun dipekarangan. Berkat kecakapannya dalam berkebun ia bisa memenuhi kebutuhan keluarga dan santrinya. Hasil berkebunnya berupa sayuran dan buah buahan yang langsung bisa dinikmati. Sebagain dari hasil tersebut dijual untuk memenuhi keperluan lainnya.

Alhamdulillah hasil berkebun ini cukup untuk memenuhi kebutuhan kami. Saya sangat bersyukur, setiap kali menanam, alhamdulillah hasil panennya bagus”. Ujarnya

Tantangan baru dihadapi di tahun 2020 yaitu ketika Syamsudin dan beberapa rekannya harus merintis sebuah yayasan dan sekolah dari nol. Berkat kerja keras, kegigihan dan semangatnya, akhirnya lembaga pendidikan SMP  yang dirintis bersaam rekan seperjuangannya akhirnya bisa beroperasi dan terdaftar secara resmi.

Tak berhenti disitu Syamsudin dan teamnya juga bergelirya untuk mengembangkan dakwah ke daerah-daerah terpencil di sekitaran Mamuju.  Salah satu daerah binaannya yaitu di kampung mualaf Desa Sejati, Tobadak VIII. Masyarakat yang menjadi mad’unya sangat beragam, mulai dari orang Sulawesi, Jawa, bahkan ada juga yang berasal dari Timor Leste. Meskipun tantangan datang silih berganti, termasuk keterbatasan sumber daya dan sarana tetapi semangat dakwahnya tidak pernah surut.

Di Mamuju, Syamsudin juga memulai proyek pembangunan kampus baru di pinggiran kota, dengan jarak tempuh satu jam dari kampus ke masyarakat binaan. Ia memulai dakwahnya dengan mendirikan Rumah Al-Qur’an yang sederhana, yang dengan izin Allah SWT rumah Qur’an tersebut mampu menarik banyak anak-anak bahkan orang dewasa, untuk belajar mengaji. Ia bersyukur atas karunia Allah SWT berupa ilmu yang dimilikinya. Karena dengan titipan ilmu tersebut ia bisa menebar kebaikan dan kebahagiaan dengan masyarakat yang menjadi mad’unya.

Selama berjuang di jalan dakwah ini, banyak cerita yang menjadi pengalaman menarik yang telah dialaminya. Ia mengenang saat-saat paling sulit, seperti ketika ia dan keluarganya kehabisan stok makanan di Batu Kajang. Dalam keadaan sulit tersebut, ia berdoa melalui sholat malam, dan alhamdulillah doa tersebut langsung didengar oleh Allah SWT. Di hari itu juga tiba tiba setelah sholat dzuhur ada seseorang yang memberikan rezeki berupa amplop berisi uang sebesar 4 juta rupiah. Bahkan hingga kini, ia tidak tahu siapa yang memberi bantuan tersebut, namun ia percaya bahwa Allah SWT selalu menyediakan jalan keluar disetiap permasalah hambaNya.

Syamsudin juga pernah mengalami kehabisan lauk pauk untuk para santri. Dalam keadaan tersebut, demi santrinya ia sampai memaksakan diri bercerita kepada masyarakat sekitar. Ternyata banyak masyarakat yang bersimpati dan memberikan bantuan. Semua pengalaman itu semakin memperkuat keyakinannya untuk terus berada di jalan dakwah. Ia yakin bahwa selama kita menolong agama Allah, insyaAllah Allah SWT akan menolongnya. Ia yakin bahwa rejeki itu akan datang diwaktu kita membutuhkannya dan dengan bersyukur maka Allah SWT akan menambah nikmat tersebut.

“Rezeki di sini dan di sana sama saja, yang membedakan hanya rasa syukur kita”. Ungkap Syamsudin, yang telah menorehkan banyak kisah inspiratif dalam perjalanan hidupnya.

Perjalanan dakwah penuh perjuangan ini menjadi contoh nyata yang inspiratif dan menggugah. Semangat perjuangan Syamsudin mengajarkan kita bahwa di setiap kesulitan pasti ada jalan keluar, selama kita tetap percaya kepada Allah SWT dan bersyukur atas segala yang diberikan. (Sang Pejuang)

Mari kita dukung program Mitra Dai Nusantara

Silahkan berdonasi langsung ke BNI : 611 1442 022, Muamalat: 702 0040 540
A.n. Mitra Dai Nusantara

Bagikan tulisan ini!

Ajak keluarga, saudara, dan kawan untuk mendapatkan inspirasi

Tinggalkan komentar