Berita / Educate / Featured

Perjuangan Para Santri Binaan MDN Dalam Menghafal Al Qur’an

Di tengah riuhnya kehidupan kota Surabaya yang tak pernah tidur, terdapat sebuah oase ketenangan yang penuh makna. Tempat tersebut adalah Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya dengan program Markazul Qur’an Wa Al Lughoh, yang menjadi tempat lahirnya para penghafal Al-Qur’an.

Di tengah padatnya kehidupan kota, Para santri binaan MDN itu hidup dalam kedamaian dan semangat cinta pada kitab suci Al Qur’an. Di sini, bukan hanya suara mengaji yang terdengar, tetapi juga tangisan-tangisan haru yang berasal dari hati yang dipenuhi kerinduan akan Allah SWT.

Pagi itu, di salah satu ruangan sederhana, ada seorang santri muda duduk tegak dihadapan mushaf Al-Qur’an. Di sekelilingnya, keheningan begitu dalam, hanya terdengar suara desah nafas yang teratur. Sesekali terdengar lantunan ayat-ayat suci dari mulut para santri lainnya. Hampir semua terbenam dalam kesendirian dan kekhusu’an mereka masing-masing.

Namun, dibalik kesunyian itu, ada kisah-kisah yang penuh perjuangan, keteguhan, dan juga pengorbanan. Seperti kisah faiz, seorang santri yang datang dari desa terpencil di Papua. Dengan tekad bulat, ia meninggalkan keluarganya, mengorbankan waktu, dan bahkan rasa takut akan ketidakpastian masa depannya demi satu tujuan mulia yaitu menjadi seorang penghafal Al-Qur’an. Setiap harinya, faiz berjuang dengan hafalan-hafalan yang tak jarang membuatnya merasa lelah, putus asa, bahkan menangis tanpa henti.

Tapi dia tidak pernah menyerah. Di balik mata yang kadang tampak lelah, ada semangat yang tak tergoyahkan. Karena dia tahu, menjadi penghafal Al-Qur’an bukan hanya soal mengingat Firman Allah SWT semata. Akan tetapi lebih dari itu tentang meresapi setiap makna yang terkandung di dalamnya. “Saya ingin keluarga saya bangga, dan saya ingin bisa memberikan manfaat bagi umat. Al-Qur’an ini adalah jalan hidup saya”. Ujar faiz  dengan mata berkaca-kaca

Disisi lain, ada sosok ustadz  yang setia mendampingi santri-santrinya dalam perjalanan mereka menghafal. Dialah Ustadz Abdullah, seorang guru tahfidz yang tidak hanya mengajar dengan kata-kata, tetapi juga dengan cinta dan kasih sayang. Dia mengajarkan kepada santri-santrinya bahwa hafalan Al-Qur’an bukan hanya soal menghafal kata-kata, tetapi bagaimana memahami dan mengamalkan ajaran Allah SWT dalam kehidupan sehari-hari.

Setiap kali melihat santrinya duduk terdiam, terbenam dalam lamunan atau kesulitan mengingat ayat, Ustadz  dengan lembut mengingatkan, “Jangan pernah merasa sendirian. Allah SWT selalu bersama kita. Setiap tetes keringat kalian, setiap tangisan yang jatuh, akan terbayar dengan keberkahan“. Ucapnya menyakinkan

Tapi perjalanan ini bukanlah hal yang mudah. Ada rintangan yang datang dari dalam diri, dan juga dari luar. Keinginan untuk kembali ke rumah, kerinduan yang mendalam kepada orang tua, kadang datang begitu kuatnya, menekan jiwa yang lelah. Namun, di setiap tanya yang muncul, ada sebuah jawaban dalam setiap ayat yang dibaca. “Inna ma’al usri yusra,” “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” Kata-kata ini menjadi mantra, kekuatan yang membuat mereka terus melangkah.

Para santri di sini tahu bahwa jalan yang mereka pilih penuh dengan tantangan. Akan tetapi mereka juga tahu bahwa di ujungnya ada keberkahan yang tak terbayangkan. Setiap hafalan yang mereka raih adalah harapan untuk menjadi insan yang lebih baik. Meskipun terkadang mereka merasa lelah dan hampir putus asa, setiap tetes air mata yang jatuh membawa kedamaian dalam hati. Sebab, mereka tahu, mereka sedang berjalan di jalan yang diridhai Allah SWT.

Markaz Qur’an wa Lughoh bukan hanya tempat untuk menghafal, tapi tempat untuk membentuk karakter, jiwa yang sabar, dan hati yang ikhlas. Di sini, mereka bukan hanya belajar tentang bahasa Arab atau menghafal ayat-ayat suci. Tetapi mereka juga belajar tentang kehidupan, tentang perjuangan, pengorbanan, dan ketulusan hati.

Di saat-saat tertentu, di tengah kesibukan menghafal, di sela-sela tangis yang tak terlihat, di dalam hati mereka, santri-santri ini memiliki satu harapan yang sama yaitu menjadi penghafal Al-Qur’an yang dapat memberi manfaat, membawa cahaya bagi umat, dan menjadi penerang bagi dunia yang semakin gelap. Karena mereka tahu, di dalam Al-Qur’an ada banyak keberkahan dan kemuliaan.

Di setiap sepertiga malam, ketika kebanyakan orang terlelap dengan mimpi indahnya, para santri istiqomah menegakkan qiyamul lial. Samar samar terdengar suara lantunan Al-Qur’an yang semakin menggema memecah kesunyian. Itu adalah suara yang tidak hanya untuk didengar, tapi untuk dirasakan dengan hati yang penuh kerinduan. Karena setiap ayat yang dibaca bukan sekadar hafalan, melainkan doa yang mengalir dari setiap santri yang berusaha mendekatkan dirinya kepada Sang Maha Pencipta. Fz

Mari kita dukung program Mitra Dai Nusantara

Silahkan berdonasi langsung ke BNI : 611 1442 022, Muamalat: 702 0040 540
A.n. Mitra Dai Nusantara

Bagikan tulisan ini!

Ajak keluarga, saudara, dan kawan untuk mendapatkan inspirasi

Tinggalkan komentar