Dalam upaya menciptakan lingkungan berbahasa Arab yang aktif dikalangan siswa, Setiaji, mahasantri Program Tahfidz binaan Mitra Dai Nusantara (MDN) lakukan kreatifitas dengan membuka kelas bahasa Arab yang bertempat di asrama santri SMA Luqman Al Hakim, Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya (04/10/24).
Sudah menjadi kewajiban bagi seluruh mahasantri program Tahfidz Binaan MDN bahwa di tahun ke dua mereka akan mendapatkan tugas dakwah. Program tugas dakwah atau lebih tepatnya disebut sebagai latihan berdakwah tersebut dimaksudkan agar para mahasantri memiliki bekal ilmu dan pengalaman langsung dengan dunia dakwah. Begitu juga yang sekarang sedang dijalani oleh Setiadi. Pemuda asli Palembang tersebut mendapatkan amanah sebagai musrif di SMA Luqman Al Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya.
Dalam menjalankan pengabdiannya sebagai musrif, Setiadi menginisiasi sebuah wadah atau media bagi santri yaitu kelas bahasa Arab tiga kali seminggu. Kegiatan ini bertujuan tidak hanya untuk mengajarkan kosa kata baru, tetapi juga berfungsi sebagai sarana evaluasi dan membangun kedekatan dengan siswa dalam keseharian mereka.
Setiaji mengungkapkan, ide ini lahir dari kegelisahannya melihat bahwa meskipun banyak pesantren menginginkan santri mahir berbahasa Arab, kenyataannya bahasa ini jarang digunakan sebagai bahasa komunikasi sehari-hari di lingkungan pesantren.
“Banyak pesantren berharap santrinya fasih berbahasa Arab, namun lingkungan mereka kurang mendukung. Saya berharap dengan kelas ini, siswa terbiasa menggunakan bahasa Arab dan akhirnya merasa nyaman menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari”. Ujarnya.

Sebagai musrif yang tinggal satu asrama dengan siswa, Setiaji melihat kegiatan ini sebagai kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan mereka dan memotivasi praktik berbahasa Arab setiap hari. Kelas yang dilaksanakan setiap Senin hingga Rabu setelah dzikir malam ini bertujuan memberikan bimbingan, evaluasi, dan sekaligus membangun keakraban dengan siswa. “Kita mulai dari kelas 10 dan berkomitmen untuk menggunakan bahasa Arab semampunya, sesuai dengan kosakata yang sudah mereka pelajari,” jelas Setiaji.
Ia juga menambahkan bahwa pendekatan ini memudahkan siswa yang mungkin kesulitan dalam menghafal, karena terbiasa mendengar dan menggunakannya dalam interaksi harian. Setiaji percaya bahwa bahasa Arab adalah kunci dalam memahami ilmu syariah. Dengan menguasainya, siswa diharapkan lebih khusyuk dalam ibadah, memahami makna bacaan yang mereka ucapkan dalam doa dan kegiatan keagamaan lainnya. Ia juga terinspirasi oleh nasihat seorang gurunya tentang cara belajar bahasa yang efektif. “Belajar bahasa mirip dengan bagaimana seorang anak kecil belajar berbicara—mendengar berulang kali dan mendapat talqin dari orang-orang di sekitarnya. Metode praktik langsung jauh lebih efektif daripada menerjemahkan, karena memungkinkan mereka memahami bahasa secara alami”. Imbuhnya.
Kelas ini juga menjadi sarana bagi Setiaji untuk mengasah keterampilan mengajarnya. Tanggung jawab mengajar memaksanya untuk terus belajar, mencari referensi, dan menyusun materi yang terstruktur serta menarik. Selain mengajar, ia juga melakukan evaluasi terhadap pemahaman siswa dan memperhatikan interaksi mereka di asrama.
“Kelas ini bukan hanya untuk mengajarkan bahasa, tetapi juga untuk saya belajar, membangun komunikasi dengan siswa, dan memastikan mereka paham. Saya harap pengalaman ini bermanfaat nanti saat saya mengabdi di masyarakat,” tutupnya.
Dengan keterbatasan fasilitas, Setiaji tetap berusaha maksimal. Hanya dengan bermodalkan satu buku yang digunakan bergantian oleh para siswa, ditambah materi dari PDF di ponselnya, ia mencari cara kreatif untuk menyampaikan pelajaran. Melalui kegiatan ini, ia berharap dapat menumbuhkan kecintaan terhadap bahasa Arab di kalangan siswa, menjadikannya bagian dari kehidupan sehari-hari dan membuka pintu bagi pemahaman agama yang lebih mendalam. STD/MDN