Berita

Kiprah Kader Dai Pelosok Negeri, Ustadz Rifaul Mujahidin, Berdakwah dan Mengabdi di Pedalaman Kec. Ampek Nagari Bawan, Kab. Agam, Sumatra Barat

Surabaya, 17 September 2025 Kiprah seorang dai di pelosok negeri bukan sekadar tentang menyampaikan ceramah atau mengajar ilmu agama. Lebih dari itu, ia adalah perjuangan, pengorbanan, sekaligus pengabdian tSotal untuk menyalakan cahaya Islam di tengah keterbatasan dan tantangan yang besar. Itulah yang kini dijalani oleh Ustadz Rifaul Mujahidin, kader Dai Pelosok Negeri yang saat ini bertugas di pedalaman Kecamatan Ampek Nagari, Nagari Bawan, Kabupaten Agam, Sumatra Barat.

Perjalanan dakwah Ustadz Rifaul Mujahidin di Sumatra Barat dimulai sejak tahun 2019. Saat itu, ia menerima SK resmi penugasan sebagai kader Dai Pelosok Negeri. Penempatan ini menjadi sebuah kejutan, sebab sebelumnya ia tidak pernah membayangkan akan mengabdi di tanah Minangkabau yang sama sekali belum pernah ia dengar atau kunjungi. Berasal dari Madura dengan latar budaya yang berbeda, ia menyadari bahwa tugas ini akan menjadi tantangan sekaligus ladang perjuangan baru.

Tugas pertamanya adalah berdakwah di Kepulauan Mentawai, sebuah wilayah dengan kondisi umat Islam yang sangat minoritas. Data yang ia dapati, hanya sekitar 25 persen penduduk Mentawai yang beragama Islam, selebihnya adalah non-Muslim, khususnya Kristen. Tidak hanya soal jumlah, tantangan dakwah di Mentawai diperberat dengan aktifnya para misionaris yang gencar melakukan kegiatan, terutama di desa-desa terpencil.

Bahkan, ada sebuah desa yang awalnya mayoritas muslim, tetapi karena ditinggal dai sebelumnya, desa tersebut perlahan berubah. Dari sekitar 600 kepala keluarga, kini hanya tersisa 7 KK muslim. Fenomena pindah agama memang kerap terjadi di Mentawai. Hal ini membuat Ustadz Rifaul semakin menyadari betapa beratnya tantangan sebagai dai di garis depan.

Meski demikian, ia bertahan selama setahun penuh di Mentawai, berusaha menyalakan cahaya Islam di tengah keterbatasan. Namun pada tahun berikutnya, ia mendapat tugas baru yang lebih jauh lagi: ke pedalaman Kabupaten Agam, Sumatra Barat.

Pada awal 2021, Ustadz Rifaul Mujahidin menginjakkan kaki di pedalaman Nagari Bawan, Kec. Ampek Nagari, Kab. Agam. Untuk sampai ke tempat tugasnya, ia harus menempuh perjalanan panjang. Dari Padang, perjalanan darat ditempuh sekitar 1 malam menaiki kapal laut. setelah menempuh perjalanan selama 1 malam jarak dari pelabuhan ketempat tugas yang baru 2 jam.

Di Nagari Bawan, perjuangannya dimulai dengan merintis lahan wakaf seluas 2 hektar yang direncanakan akan menjadi cabang Pesantren Hidayatullah. Namun, saat pertama kali datang, tanah itu masih berupa lahan kosong bekas kebun kelapa sawit dan tanpa bangunan sama sekali.

Awalnya, Ustadz Rifaul dan keluarga harus berpindah-pindah dari masjid ke mushola, menumpang tinggal sekaligus menjadi marbot untuk menambah penghasilan. Dua tahun penuh dijalani dengan kesabaran, hingga akhirnya berdiri sebuah bangunan sederhana di tanah wakaf tersebut. Meski demikian, bangunan itu belum bisa ditempati karena kendala utama: belum ada sumber air. Listrik pun baru masuk setelah perjuangan panjang mengajukan permohonan ke PLN, mengingat lokasi tanah berada jauh dari pemukiman warga.

Untuk sementara, ia dan keluarga tinggal menumpang di rumah kosong milik warga yang berbaik hati mengizinkan. Meski serba terbatas, ia tetap bersyukur karena memiliki tempat berteduh sembari menunggu proses pembangunan pondok berjalan.

Tantangan dakwah di pedalaman Agam tidak kalah berat dibandingkan di Mentawai. Jika di Mentawai umat Islam minoritas, maka di Agam mayoritas, namun masyarakatnya memiliki karakter yang berbeda. Menurut Ustadz Rifaul, masyarakat di sini cenderung sulit memberikan kepercayaan kepada orang luar. “Orang sini memandang harus orang kita dulu. Sehingga untuk mendapat kepercayaan, butuh waktu yang panjang,” tuturnya.

Selain itu, kondisi masyarakat yang masih awam terhadap pendidikan dan dakwah membuat langkahnya semakin berat. Namun, Ustadz Rifaul tidak patah semangat. Ia terus berbaur dengan warga, mengajar anak-anak di mushola, membina majelis taklim, sekaligus menjaga silaturahmi agar keberadaan pesantren kelak diterima dengan baik.

Meski penuh tantangan, kiprah Ustadz Rifaul Mujahidin menunjukkan dedikasi tinggi seorang dai pelosok negeri. Dari Madura ke Mentawai hingga akhirnya ke pedalaman Agam, ia telah melewati fase demi fase dakwah yang menguji kesabaran dan keikhlasan.

Kini, di atas tanah wakaf dua hektar itu, mimpi besar tengah dibangun: Pesantren Hidayatullah Agam. Pesantren ini diharapkan kelak menjadi pusat pendidikan Islam dan dakwah bagi masyarakat sekitar, sekaligus benteng umat di daerah pedalaman.

“Semua tantangan ini adalah bagian dari perjalanan dakwah. Semoga Allah mudahkan jalan perjuangan ini, agar cahaya Islam tetap menyala hingga ke pelosok negeri,” ujar Ustadz Rifaul penuh harap.

Hadirnya Mitra Dai Nusantara (MDN) menjadi salah satu pilar penting yang terus memberi dukungan moral maupun material. Ketua MDN Abdul Hanafi, M.I.Kom menegaskan komitmennya untuk terus membersamai para kader dai di garis depan dakwah.

“Dengan hadirnya Mitra Dai Nusantara, kami berkomitmen untuk terus mendukung dan mensuport perjuangan dakwah kader dai pelosok negeri. Mereka adalah garda terdepan yang menjaga cahaya Islam tetap menyala di pelosok negeri,” ujarnya.

Mari kita dukung program Mitra Dai Nusantara

Silahkan berdonasi langsung ke BNI : 611 1442 022, Muamalat: 702 0040 540
A.n. Mitra Dai Nusantara

Bagikan tulisan ini!

Ajak keluarga, saudara, dan kawan untuk mendapatkan inspirasi

Tinggalkan komentar